Senin, 04 Januari 2016

Antara Kereta Api, Tomcat, dan Pulau Bali



Perjalanan ini adalah klimaks dari keinginan besar saya untuk melakukan perjalanan darat menuju Pulau Bali. Ya, semasa saya masih bekerja dulu sangatlah sulit untuk mewujudkan keinginan ini karena keterbatasan waktu dan sulitnya mendapatkan cuti sehingga rencana ini tak pernah terealisasikan. Nah, kebetulan saat ini saya sedang tidak bekerja alias tuna karya alias menganggur, dan berhubung saya juga habis mendapatkan sedikit rejeki dari bisnis travel kecil-kecilan bersama salah seorang teman, maka saya merasa inilah waktu yang tepat untuk melaksanakan mimpi melakukan perjalanan darat menuju Timur Indonesia.

 Mengapa saya memilih perjalanan darat? Sementara untuk sekedar ke Bali saja sebenarnya hanya tinggal duduk manis selama satu jam didalam pesawat. Ya, esensi dari perjalanan yang saya kehendaki bukanlah tentang tujuan semata. Perjalanan darat dari Jakarta ke Bali bukanlah perjalanan yang dekat, anda akan melewati banyak daerah dengan  adat dan kebudayaan yang berbeda dan karakter masyarakat yang berbeda beda di tiap stasiun pemberhentian. Saya ingin mendapatkan pembelajaran dan pemahaman baru tentang keberagaman tersebut. Alasan lain yang membuat saya memilih melakukan perjalanan darat adalah karena saya seorang pecinta kereta api alias Railfans hehehe. Satu hal lagi, anda juga akan dibuat takjub dengan panorama pemandangan alam yang akan anda lihat dibalik jendela kereta api selama perjalanan. Hamparan sawah hijau nan luas berlatarkan gagahnya deretan pegunungan besar, dan terkadang terselip anggunnya sungai sungai dengan riuh airnya yang memanjakan mata. Sungguh, itu semua adalah mahakarya terindah sang pencipta.

Perjalanan kita mulai!! Saya melakukan perjalanan ini bersama dengan seorang sahabat saya yang bernama Toto. Sama halnya dengan saya, ia pun merasa butuh melakukan traveling sesegera mungkin untuk melepaskan penat rutinitas. 

Senin, 14 Desember 2015 pukul 08.30 WIB saya mulai langkahkan kaki saya menuju Stasiun Pasar Senen Jakarta. Berbekal pakaian seadanya saya mulai berjalan meninggalkann rumah disertai dengan Bismillah. Setibanya di Stasiun Pasar Senen saya berjumpa dengan Toto, dan bergegas melakukan boarding tiket dan menuju peron, karena kereta api yang akan kami tumpangi telah tersedia di jalur 1 Stasiun Pasar Senen. Kami menggunakan kereta api Gaya Baru Malam Selatan dengan tariff Rp 117.500,- dan akan turun dan transit di Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Tepat pukul 10.30 WIB, Masinis pun mulai menjalanlan kereta api. Perasaan saya begitu berdebar dan meledak ledak. Ya, akhirnya saya benar benar melakukan perjalanan hebat ini! Hehehe. Kereta api Gaya Baru Malam Selatan yang saya tumpangi begitu gahar melahap besi rel demi membawa saya dan ratusan penumpang lainnya menuju tempat tujuan. 
Kereta Gaya Baru Malam Selatan


Saat kereta akan masuk dan berhenti di Stasiun Cirebon Prujakan, saya telah bersiap berdiri di pintu kereta api. Untuk apa? Yap, sudah menjadi kebiasaan para penumpang kereta api jarak jauh untuk membeli makan siang di Stasiun tersebut. Warung makan tersebut terletak di peron utama sebelah timur pojok. Menu yang disajikan beragam dengan harga yang bersahabat. Bukannya enggan untuk membeli makan di restorasi yang tersedia di kereta api, namun porsi dan pilihan menunya sangat tidak cocok dengan selera saya. Setelah dua bungkus nasi untuk saya dan Toto telah ditangan, saya langsung bergegas kembali menuju gerbong saya. Kereta api pun kembali melanjutkan perjalanan, sembari memakan nasi bungkus tadi. Saya begitu focus melihat tiap jengkal pemandangan khas kereta api diluar jendela sana.

Tepat pukul 19.30 WIB, kereta api Gaya Baru Malam Selatan yang saya tumpangi akhirnya tiba di stasiun tujuan saya, Stasiun Lempuyangan. Betul sekali, untuk melakukan perjalanan darat menuju Bali, terlebih dahulu anda harus menuju Banyuwangi. Ada beberapa pilihan untuk melakukan perjalanan ke Banyuwangi dengan kereta api. Anda bisa mengambil jalur Pasar Senen – Surabaya – Banyuwangi, Pasar Senen – Malang – Banyuwangi, atau Pasar Senen – Lempuyangan – Banyuangi, sementara saya memilih rute terakhir tersebut karena efisiensi waktu. Saya akan melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi pada esok pagi, dan malam mini saya harus bermalam di Yogyakarta terlebih dahulu, okelah.
Jalan Malioboro ketika gerimis


Cuaca di Lempuyangan malam itu gerimis kecil, begitu romantis. Begitu keluar dari stasiun, saya langsung mencari becak untuk minta diantarkan menuju Stasiun Tugu Yogyakarta yang jaraknya kurang lebih 1 Km dari Lempuyangan. Tujuan saya disana adalah menyeruput kopi Joss yang banyak tersedia di warung angkringan disekitar Tugu Yogyakarta. Bisa anda bayangkan, suasana gerimis kecil dengan atmosfir khas Jogja, ditemani oleh kerasnya sensasi kopi joss! Sungguh suasana yang tidak akan anda jumpai disembarang tempat. 


Selesai mencumbu nikmatnya Kopi Joss, saya langsung berjalan kaki menuju Jalan Sosrowijayan untuk mencari penginapan murah. Cuaca masih gerimis saat itu, Jalan Malioboro begitu sepi, berbeda dengan penampakannya di waktu cerah. Saya bertemu dan bernostalgia dengan seorang sahabat sewaktu kuliah dulu disana, namanya Risdio. Dia sedang melanjutkan pendidikan di Jogja. Akhirnya ia menyarankan saya untuk mencari penginapan di daerah yang saya lupa namanya, kami bertiga pun meluncur dengan motor milik Dio.
Jalan Malioboro


Stasiun Lempuyangan pagi itu
Selasa, 15 Desember 2015. Pukul 05.30 WIB, saya, Toto dan Dio bergegas untuk meluncur kembali ke Stasiun Lempuyangan untuk melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi. Saya dan Toto diantar bergantian menuju Stasiun dengan motor milik Dio. Setelah sempat sarapan diwarung sekitar stasiun Lempuyangan, saya dan Toto bergegas masuk ke stasiun dan mengucapkan terima kasih kepada Dio atas bantuannya. 

Tepat pukul 07.20 WIB, kereta apI Sri Tanjung yang akan membawa kami menuju Banyuwangi pun berangkat. Tarif Jogja – Banyuwangi sebesar Rp 100.000,-, perjalanan kali ini juga bisa dibilang lebih panjang dari perjalanan saya semalam menuju Jogja. Dari jendela kereta Nampak begitu manis Gunung Merapi dan Gunung Merbabu yang berdampingan, seakan mengucapkan selamat jalan kepada saya.  Diawal perjalanan banyak saya habiskan untuk melanjutkan tidur yang terpotong di penginapan semalam. Saya terbangun dari tidur ketika kereta tiba di stasiun Madiun, kereta berhenti cukup lama disini. Saya putuskan untuk keluar gerbong untuk meluruskan pinggang dan saya dibuat takjub ketika menengok ke arah barat. Yap, Gunung Lawu Nampak begitu besar dan gagah dari sini, berselimutkan awan putih yang membalut tubuhnya yang besar.
Stasiun Madiun Jawa Timur

Gunung Lawu berselimutkan awan putih
Kereta Api Sri Tanjung

Gunung Merapi
Stasiun Surabaya Gubeng
Siang hari, kereta saya tiba di Stasiun Surabaya Gubeng. Disini kereta juga berhenti cukup lama, karena posisi lokomotif kereta harus diputar. Semula saya berada di gerbong urutan depan, namun setelah lokomotif diputar, otomastis berubah gerbong saya menjadi gerbong paling belakang. Pemandangan Kota Surabaya Nampak tidak jauh berbeda dengan Jakarta. Panorama gedung-gedung tinggi besar mendominasi penglihatan saya disana. 

Setelah kereta berhenti di Stasiun Sidoarjo, saya pun melihat tanggul raksasa imbas dari bencana Lumpur Lapindo. Kini tanggul tersebut dijadikan objek wisata oleh masyaraka setempat. Ya, bencana tersebut telah menyita perhatian dan membuat orang menjadi ingin tahu bagaimana bentuk sesungguhnya dari kubangan lumpur Lapindo. 

Tak  lama berselang, saya dibuat takjub kembali dengan pemandangan gagahnya deretan pegunungan di Jawa Timur. Saat gunung Semeru dengan puncak Mahamerunya berdiri disisi sebelah kanan saya, dan ternyata berdiri pula gagahnya Gunung Argopuro disebelah kiri. Lalu pemandangan Gunung Raung, Gunung Ijen dan Gunung Merapi Jawa Timur yang Nampak anggun beriringan. Sungguh, gunung-gunung fenomenal tersebut akan benar-benar anda jumpai dalam perjalanan menuju Banyuwangi.
Gunung Raung

Gunung Ijen dan Gunung Merapi Jawa Timur

Langit mulai gelap diluar sana, namun saya masih saja terperangkap didalam tubuh si ular besi. Gerbong kereta yang awalnya penuh dengan penumpang, perlahan berubah menjadi sepi dan hanya tersisa beberapa penumpang. Semakin kereta berjalan ke arah timur, semakin didominasi oleh orang-orang yang berbicara dengan logat khas Madura. Akhirnya pada pukul 21.30 WIB, saya tiba di Stasiun Banyuwangi Baru. Perasaan saya begitu bercampur aduk kala itu, antara senang, lelah, pegal, dan lapar. Maklum, 14 jam berada didalam kereta api bukanlah hal yang mengasyikan juga hehe.

Pelabuhan Ketapang
Setelah berjalan keluar dari stasiun, saya berjalan kaki sejauh kurang lebih 200 sampai 300 meter hingga akhirnya tiba di depan Pelabuhan Ketapang Banyuwangi. Lega rasanya, tujuan akhir saya sudah berada didepan seberang sana. Saya putuskan untuk istirahat sejenak sambil mengisi perut di depan pelabuhan. Penyeberangan yang melayani Banyuwangi ke Gilimanuk bali tersedia selama 24 jam, jadi saya tidak terlalu terburu buru disini. 

Tarif penyeberangan Ketapang – Gilimanuk cukup murah, yaitu Rp 7.500,-, begitu tiket penyeberangan sudah ditangan dan hendak akan mendekati kapal. Serangan kondektur bus dan calo-calo mulai saya rasakan, mereka menawarkan akan mengantarkan saya menuju Denpasar. Akhirnya saya pun luluh dan terbuai dengan tawaran salah satu calo yang memberikan harga Rp 50.000,- untuk mengantarkan saya menuju Denpasar. Karena kondisi tubuh yang lelah dan rasa kantuk mulai menghampiri, akhirnya saya meng”iya”kan tawaran tersebut. Ternyata bus yang saya naiki begitu bagus dan nyaman, okelah. Imbang dengan harga yang saya keluarkan. 

Penyeberangan ke Bali
Begitu bus mulai naik kedalam kapal, saya dan seluruh penumpang lainnya dihimbau untuk turun dan menunggu di dalam kapal. Baiklah, saya nikmati penyeberangan sambil duduk bersandar di geladak kapal. Angin malam begitu ramah menyapa saya malam itu, cuaca pun cerah dan membuat saya menjadi mengantuk. Namun, disaat saya mulai mengantuk saya dikejutkan oleh sesuatu yang tiba-tiba menempel di sikut saya. Tidakkk!!!! Seekor serangga terkenal bernama “TOMCAT” alias TOMKET menempel di tubuh saya. Sontak  saya langsung berontak dan ia pun pergi. Saya tidak sampai memukulnya, ia sudah terbang menjauh. Namun perasaan saya begitu khawatir saat itu, mengingat dampak yang ditimbulkan bila serangga ini meninggalkan cairannya yang bisa membuat tubuh melepuh seperti habis terbakar. Saya langsung cuci lokasi bekas ia hinggap dengan keran air.
Penyeberangan yang awalnya menyenangkan berubah menjadi menegangkan, saya khawatir serangga itu masih berada disekitar saya. Alhamdulilah, setelah kurang dari satu jam penyeberangan akhirnya kapal mendarat didataran Bali. Saya pun segera kembali kedalam bus.

Satu hal yang tidak boleh anda lupakan ketika melakukan penyeberangan ke Pulau Bali, jangan sampai tidak membawa identitas diri atau KTP. Ya, begitu bus meninggalkan kapal, seluruh penumpang diwajibkan untuk menunjukan KTP kepada petugas pelabuhan. Saya tidak bisa bayangkan apa yang akan terjadi bila anda kedapatan tidak bisa menunjukan KTP.

Setelah bus meninggalkan pelabuhan Gilimanuk, saya memutuskan untuk melanjutkan tidur. Karena pemandangan diluar begitu sepi dan gelap, tidak ada objek menarik untuk dilihat. Kurang lebih 2 setengah jam perjalanan akhirnya bus tiba di Terminal Ubung, Denpasar. 

Waaaa!!!!! Akhirnya saya tiba!!! Diterminal Ubung saya sedikit bersih bersih diri di toilet umum yang disediakan. Setelah itu saya keluar terminal dan menunggu di salah satu minimarket didepan terminal. Rencana kami selanjutnya adalah menyewa motor yang akan kami gunakan selama dua hari kedepan. Ya, backpacker ke Bali lebih menyenangkan jika kita menyewa sepeda motor. Kita bias mengeksplore setiap seluk bali Bali sesuka hati kita tanpa harus mengkhawatirkan kendaraan yang akan digunakan. Tarif sewa motor perharinya sebesar Rp 70.000,- dan bisa diantarkan ke terminal Ubung. Contact person penyewaan motor di Bali bisa banyak anda dapatkan lewat browsing di internet.
Siap berkelana di Bali

Setelah satu jam menunggu, akhirnya motor yang akan kami sewa telah tiba. Cukup dengan menunjukan KTP dan membayar sewa dimuka, akirnya sebuah sepeda motor matic telah ditangan kami. Rasa kantuk pun hilang berganti dengan semangat yang begitu membara untuk menjelajah tiap pelosok Bali. Tujuan kami yang pertama di Bali adalah menuju Kintamani, dan wilayah Batur.
Untuk petualangan saya di Bali selanjutnya akan saya ceritakan di artikel berikutnya. Dan sekarang akan saya berikan rincian biaya perjalanan dan review akomodasi yang dibutuhkan untuk melakukan perjalanan darat ke Bali. Serta tips dan trik yang bisa anda gunakan.

Berikut ini adalah review akomodasi dan biaya perjalanan darat saya menuju Bali.

·         Stasiun Pasar Senen – Stasiun Lempuyangan Jogja
10.30 WIB – 19.30 WIB
Kereta Api Gaya Baru Malam Selatan
Rp 117.500,-

Alternatif yang paling pas sebenarnya anda bisa naik kereta api Progo dengan tariff Rp 75.000,-. Dari Pasar Senen berangkat pukul 22.30 WIB dan tiba di Lempuyangan pukul 07.00 WIB, sehingga waktu jeda transit tidak begitu lama, hanya 20 menit. Namun karena ketersediaan tempat duduk kereta Progo telah habis, akhirnya saya memutuskan untuk naik kereta api Gaya Baru Malam Selatan, dan membuat saya harus bermalam dulu di Jogja.

·         Stasiun Lempuyangan Jogja – Stasiun Banyuwangi Baru
07.20 WIB – 21.30 WIB
Kereta Api Sri Tanjung
Rp 100.000,-

·         Pelabuhan Ketapang Banyuwangi – Pelabuhan Gilimanuk Bali
24.00 – 01.00
Ferry
Rp 7.500,-

·         Pelabuhan Gilimanuk Bali – Terminal Ubung, Denpasar
01.00-04.00
Bus Eksekutif
Rp 50.000,-

Sebenarnya ada alternative angkutan yang lebih murah, sekelas bus metro mini yang bisa mengantarkan anda ke terminal Ubung Denpasar, namun karena keadaan sudah larut malam, dan bus tersebut baru mulai beroperasi sekitar jam 3 pagi, maka saya putuskan untuk naik bus eksekutif.


Jadi, total biaya yang saya butuhkan untuk melakukan perjalanan darat menuju Bali sebesar Rp 275.000,-, harga itu diluar biaya makan diperjalanan  dan biaya penginapan di Jogja.

Tips:


  1. Pastikan kondisi tubuh anda fit 100% untuk melakukan perjalanan ini, karena pasti akan sangat menyiksa melakukan perjalanan darat selama 25 jam bila kondisi badan anda tidak sehat.
  2. Bawalah pakaian yang dapat melindungi anda dari dinginnya angin malam, terlebih suhu kereta api dan di Pelabuhan saat malam hari akan sangat dingin.  
  3. Jika anda tidak berselera dengan makanan yang disajikan restorasi kereta api, ada baiknya anda membawa makanan sendiri. Bisa beli diwarung makan atau bawa dari rumah. Dan air mineral secukupnya.
  4. Usahakan cari tempat yang ramai jika anda ingin beristirahat ditempat yang asing, jauhi lokasi-lokasi rawan kejahatan.
  5. Bekali pengetahuan anda dengan informasi dari internet ataupun melalui teman, jangan sampai anda kebingungan ditengah perjalanan. Rawan dipermainkan oleh calo-calo di perjalanan.
  6. Jangan lupa membawa KTP, charger HP, cabang colokan untuk charge HP di kereta api, dan Headset. Dan yang pasti uang cash secukupnya.
  7. Calo-calo bus di terminal begitu agresif, untuk itu diperlukan kemampuan dan kesabaran lebih untuk menghadapinya. Dan selalu Ingat, tolaklah tawaran mereka dengan sopan!